Kamis, 10 Januari 2013

 
KOMUNIKASI TERAPEUTIK
 
PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
 
Kepuasan pasien rawat inap adalah tingkat perasaan seseorang pasien setelah membandingkan kinerja pelayanan atau hasil yang dirasakan dengan harapan yang diinginkan oleh pasien setelah menjalani rawat inap. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari (sikap dan perilaku) dalam berkomunikasi dengan pasien yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien, meskipun sarana dan prasarana pelayanan sering dijadikan ukuran mutu oleh pelanggan namun ukuran utama penilaian tetap sikap dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh petugas. Sikap dan perilaku yang baik oleh perawat sering dapat menutupi kekurangan dalam hal sarana dan prasarana.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
Komunikasi tidak bisa dipisahkan dari setiap individu yang hidup. Komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting bagi individu dalam melakukan interaksi. Kadangkala individu merasakan komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah komunikasi yang disampaikan. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena persepsi yang berbeda-beda.
Hal ini juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien sering komplain karena tenaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan pasien, sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut. Atau contoh lain adalah selisih faham atau pendapat antara tenaga kesalahan karena salah mempersepsikan informasi yang diterima yang berakibat terjadinya konflik antara tenaga kesehatan tersebut.
Jika kesalahan penerimaan pesan terus menerus berlanjut dapat berakibat pada ketidakpuasan baik dari pasien maupun tenaga kesehatan. Kondisi ketidak puasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, dan larinya pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya yang dapat memberikan kepuasan.
Untuk menghindari rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan (perawat) dan hilangnya pasien atau pelanggan ke tempat lain maka alangkah sangat bijaksana dan tepat, jika suatu institusi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu bentuknya adalah dengan meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik dan tepat bagi perawat.

1.1.Rumusan Masalah
Kepuasan pasien dalam hubungan dengan system pelayanan kesehatan sangatlah penting, karena ini berhubungan langsung dengan faktor intern pasien. Sebenarnya banyak faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien, baik dari perawat maupun sistem pelayanan rumah sakit, namun belum begitu banyak di ungkap tentang Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien, atas dasar itulah penulis ingin mengungkap lebih dalam lagi tentang Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

1.2.Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

1.3.Tujuan Penelitian
 1.3.1.Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi yang mendalam Tentang Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rwat Inap Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
1.3.2.Tujuan Khusus
Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang perawat yang menerapkan Komunikasi Terapeutik Perawat di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rwat Inap Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
<!--[if !supportLists]-->1.4.<!--[endif]-->Manfaat Penelitian.
<!--[if !supportLists]-->1.4.1. <!--[endif]-->Untuk Peneliti
Untuk menambah pengalaman dan wawasan dalam menggali informasi tentang Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang..

<!--[if !supportLists]-->1.4.2. <!--[endif]-->Untuk Pihak Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam rangka pengimplementasian proses keperawatan yang profesianal dalam berbagai bidang.
<!--[if !supportLists]-->1.4.3. <!--[endif]-->Untuk STIKES Muhammadiyah Palembang
Sebagai Bahan Pengembangan untuk adik tingkat dalam penelitian selanjutnya dan untuk menambah koleksi di perpustakaan mengenai Analisis Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang..
<!--[if !supportLists]-->1.5.<!--[endif]-->Ruang Lingkup
Penelitian ini menguraikan tentang karakteristik dan tingkat pengetahuan serta penerapan komunikasi terapeutik dalam tingkat kepuasan pasien.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
2.1.1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003 48).Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien.
Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
2.1.2Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
2.1.3.Tujuan Komunikasi Terapeutik (Indrawati, 2003 48).
Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan diri sendiri.
Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.
2.1.4. Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.


1. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :
1) Lengkap
2) Ringkas
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Sopan
7) Benar
Fungsi komunikasi tertulis adalah:
1) Sebagai tanda bukti tertulis yang otentik, misalnya; persetujuan operasi.
2) Alat pengingat/berpikir bilamana diperlukan, misalnya surat yang telah diarsipkan.
3) Dokumentasi historis, misalnya surat dalam arsip lama yang digali kembali untuk mengetahui perkembangan masa lampau.
4) Jaminan keamanan, umpamanya surat keterangan jalan.
5) Pedoman atau dasar bertindak, misalnya surat keputusan, surat perintah, surat pengangkatan.
3. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
1) Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan, para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2) Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh “ruang” dan “jarak” antara individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3) Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
4) Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5) Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
6) Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
7) Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking, bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif, artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
2.1.5. Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik yaitu sebagai berikut: (Arwani, 2003 : 54).
1. Ikhlas (Genuiness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien barus bisa diterima dan pendekatan individu dengan verbal maupun non verbal akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan kondisinya secara tepat.
2. Empati (Empathy)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Obyektif dalam memberikan penilaian terhadap kondisi pasien dan tidak berlebihan.
3. Hangat (Warmth)
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut, sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya lebih mendalam.
2.1.6.Fase – fase dalam komunikasi terapeutik
1. Orientasi (Orientation)
Pada fase ini hubungan yang terjadi masih dangkal dan komunikasi yang terjadi bersifat penggalian informasi antara perawat dan pasien. Fase ini dicirikan oleh lima kegiatan pokok yaitu testing, building trust, identification of problems and goals, clarification of roles dan contract formation.
2. Kerja (Working)
Pada fase ini perawat dituntut untuk bekerja keras untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan pada fase orientasi. Bekerja sama dengan pasien untuk berdiskusi tentang masalah-masalah yang merintangi pencapaian tujuan. Fase ini terdiri dari dua kegiatan pokok yaitu menyatukan proses komunikasi dengan tindakan perawatan dan membangun suasana yang mendukung untuk proses perubahan.
3. Penyelesaian (Termination)
Paa fase ini perawat mendorong pasien untuk memberikan penilaian atas tujuan telah dicapai, agar tujuan yang tercapai adalah kondisi yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kegiatan pada fase ini adalah penilaian pencapaian tujuan dan perpisahan (Arwani, 2003 61).
2.1.7.Faktor – faktor penghambat komunikasi
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2003 : 21):
1. Perkembangan.
2. Persepsi.
3. Nilai.
4. Latar belakang sosial budaya.
5. Emosi.
6. Jenis Kelamin.
7. Pengetahuan.
8. Peran dan hubungan.
9. Lingkungan.
10. Jarak.
11. CitraDiri.
12. Kondisi Fisik.

2.2. KEPUASAN PASIEN
2.2.1. Definisi Kepeuasan Pasien
Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidak puasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebutkan diatas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut. Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apayang diharapkannya. Kepuasan pasien merupakan nilai subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Walaupun subjektif tetap ada dasar objektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi hal di bawah ini (Boy.S, 2004:8). sedangkan Council on Medical Service
(1986) dalam Finley (2001:5) mengatakan kepuasan pasien merupakan suatu
yang penting dalam kualitas penyampaian jasa perawatan kesehatan. Sistem
perawatan kesehatan dan proses mendorong kepuasan pasien (Mercier and Fikes;
1998:35-37)

2.2.2. Tingkat Kepuasan Pasien
Tingkat kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif (dengan membandingkannya) dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Bagaimana cara mengukur tingkat kepuasan pasien itu diterangkan dalam penjelasan berikut.
Berbagai penagalaman pengukuran kepuasan pasien menunjukan bawa upaya untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tidak mudah. Karena upaya untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien akan berhadapan dengan suatu kendala kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan masyarakat yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah. Seperti yang kita ketahui pada saat ini, sebagian besar fasilitas layanan kesehatan yang digunakan masyarakat dari golongan strata bawah adalah fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah.
Tingkat kepuasan pasien yang akurat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh sebab itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan.
Penilaian kepuasan pasien penting diketahui karena berikut ini (Boy Sabarguna, 2004:9):
<!--[if !supportLists]-->(1) <!--[endif]-->Bagian dari mutu pelayanan
<!--[if !supportLists]-->(2) <!--[endif]-->Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit
<!--[if !supportLists]-->(3) <!--[endif]-->Pasien yang puas akan memberi tahu pada teman, keluarga dan tetangga.
<!--[if !supportLists]-->(3) <!--[endif]-->Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan pelayanan yang lain.
<!--[if !supportLists]-->(3) <!--[endif]-->Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan yang baru.
<!--[if !supportLists]-->(3) <!--[endif]-->Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan pelayanan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
(4) Analisis kuantitatif.
Dengan bukti hasil survey berarti tanggapan tersebut dapat diperhitungkan dengan angka kuantitatif tidak perkiraan atau perasaan belaka, dengan angka kuantitatif memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.
Kepuasan pasien meliputi empat aspek yaitu (Boy S., 2004:9):
(1) Kenyamanan
(2) Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit
(3) Kompetensi teknis petugas
(4) Biaya.


2.3. HUBUNGAN KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN
Dalam praktek keperawatan, komunikasi adalah suatu alat yang penting untuk membina hubungan terapeutik dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan. Lebih jauh, komunikasi sangat penting karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Dilain sisi, penyebab sumber ketidakpuasan pasien sering disebabkan karena jeleknya komunikasi yang terjadi dengan pasien. Oleh karena itu pengukuran kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat akan bermanfaat dalam memonitor dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan.
Ada sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto, Prov. Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian itu adalah untuk menginvestigasi persepsi pasien terrhadap kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal perawat, tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi keperawatan, dan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi keperawatan berdasarkan kelompok demografis (gender, umur, dan tingkat pendidikan). Penelitian itu dilakukan dengan Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 242 pasien yang dirawat di bangsal bedah dalam (n = 242).
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa komunikasi yang tidak efektif masih terjadi dalam praktik perawat sehari-hari di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Namun, mayoritas pasien merasa puas terhadap percakapan yang mereka lakukan dengan perawat. Berdasarkan kelompok demografis, pasien perempuan cenderung merasa lebih puas dibandingkan pasien pria terhadap komunikasi keperawatan, pasien yang lebih tua memberikan respon kepuasan yang lebih dibanding pasien muda, dan pasien dengan pendidikan rendah cenderung memberikan respon yang positif dalam berkomunikasi dengan perawat.











BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain/rancangan penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif dengan rancangan crossecsional, karena penelitian ini bertujuan mencari hubungan berdasarkan fakta empiris yang ada secara objektif, variabel yang diteliti yaitu Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
3.2 Populasi Dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.

3.2.1. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap yang telah dirawat lebih dari tiga hari terhitung mulai bulan Januari sampai Maret 2009.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket berupa kuesioner.
3.4 Pengolahan Data
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Editing Data (pengolahan data)
Data yang ada pada lembar kuesioner diteliti lagi untuk di proses lebih lanjut lagi.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Coding Data (pengkodean data)
Data kategori-kategori yang telah terisi pada lembar kuesioner, kemudian dikode.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Entry Data (pemasukan data)
Kuesioner yang telah diisi oleh pasien, kemudian diteliti lagi kemudian dimasukkan kedalam pengolahan data dengan kategori terapeutik, tidak terapeutik, dan puas, tidak puas.
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Cleaning Data (pembersihan data)
Data di teliti ulang sebelum di olah lebih lanjut agar data benar-benar tepat.

3.5. Proses Analisis Data
3.5.1. Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti, analisis data ini untuk melihat karakteristik dar variabel dengan tujuan untuk melihat kelayakan data yang dikumpulkan.


3.5.2. Analisis Bivariat
Proses analisis bivariat data pada penelitian ini adalah dengan cara uji kai kuadrat, yaitu uji dengan tujuan mencari hubungan antara dua buah variabel kategorik dengan variabel kategorik, yaitu variabel komunikasi terapeutik dengan variabel kepuasan pasien.Analisa ini bertujuan untuk mencari Hubungan Antara Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.















DEFINISI OPERASIONAL

No
Variabel
Defini Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
1
Komunikasi Terapeutik Perawat
Komunikasi terapeutik perawat adalah komunikasi yang nyaman dari perawat dan bila pasien diajak berkomunikasi maka pasien tersebut merasa sebagian dari penyakitnya sudah berkurang.
Angket
Kuesioner
- Terapeutik jika pasien menjawab lebih besar dari mean



- Tidak terapeutik jika pasien menjawab kurang dari mean.
Ordinal
2
Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apayang diharapkannya.
Angket
Kuesioner
- Puas jika pasien menjawab lebih besar dari mean



- Tidak puas jika pasien menjawab kurang dari mean.
Ordinal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blacy Smiley - Girl