Kamis, 10 Januari 2013

Askep Apendiksitis


A.    Pengertian
Apendiks adalah ujung seperti jari – jari kecil panjangnya kira – kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katub ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi atau apendisitis .
( Smeltzer & Bare, 2001 )

Apendisitis adalah peradangan apendiks yang relative sering dijumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi apendiks oleh tinja ( Corwin, 2001 )

Apendisitis merupakan suatu peradangan pada apendiks yang disebabkan oleh lumen seperti fekalit, tumor apendik dan cacing askaris. ( Jamsuhidajat dan Win De Jong, 2002 )

Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi, dengan menggunakan pendekatan endoskopi. ( Doengoes, 2001 )

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan peforasi. ( Smeltzer & Bare, 2002 )

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa apendisitis adalah peradangan pada apendiks ( ujung jari – jari yang melekat pada sekum tepat di bawah katub ileosekal ) yang disebabkan oleh bakteri, sumbatan lumen seperti fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris. Sedangkan apendektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau pemotongan organ bagian apendiks.



6
 
 


Klasifikasi appendiksitis menurut Jamsuhidajat dan Win De Jong, 2002:
  1. Apendisitis Akut
Apendisitis Akut merupakan infeksi bacteria yang berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendik dalam waktu 24 – 48 jam. Jika berbentuk abses apendisitis akan sembuh. Apendiks yang pernah tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut ( eksaserbasi = penyakit tambah berat )

  1. Apendisitis Kronik
Diagnosa apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat riwayat nyeri kanan bawah lebih dari dua minggu radang kronik appendiks dan keluhan menghilang setelah apendektomi. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan ) menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut di mukosa.

  1. Apendisitis Perforata
Perforasi apendiks mengakibatkan peritonitis yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri semakin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung.

  1. Apendisitis Rekurens
Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan apendektomi akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendiks tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena fibrosis dan jaringan parut pertama.




B.     Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor penyebab terjadinya apendisitis menurut Heri ( 2009 ) antara lain:
1.      Infeksi bakteri
Bakteri dapat menginfeksi bagian apendiks yang menyebabkan peradangan pada daerah tersebut.

2.      Sumbatan lumen apendiks
Tumbuhnya jaringan limfe ( hyperplasia folikel limfoid ), fekalit ( masa keras dari feses ), tumor apendiks, dan cacing askaris dapat menyebabkan penyumbatan apendiks. Ruang apendiks sangat sempit, sehingga bahan – bahan buangan atau benda asing terperangkap di dalam apendiks menjadi sumbatan dan menyebabkan radang yang hebat dan menimbulkan infeksi.

3.      Erosi mukosa apendiks
Di akibatkan karena parasit seperti E. Histolytica

C.    Patofisiologi
1.      Proses perjalanan penyakit
Menurut Heri ( 2009) proses perjalanan penyakit pada apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya ataupun neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendistia supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut dengan infiltrate apendikularis

2.      Manifestasi Klinis
Gejala yang sering timbul pada penyakit apendisitis  menurut Smeltzer & Bare, 2001 adalah :
a.       Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilicus, adanya keluhan mual dan muntah
b.      Nafsu makan menurun
c.       Nyeri tekan local pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan
d.      Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa nyeri pada titik Mc Burney
e.       Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
f.       Demam biasanya ringan 37,50C – 38,50C
g.      Nyeri timbul saat berjalan
h.      Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi

3.      Komplikasi
Komplikasi dari penyakit apendisitis menurut smeltzer & Bare, 2001 adalah :
a.       Perforasi apendiks, disebabkan ketelambatan penanganan terhadap pasien apendisits akut.
b.      Peritonitis local, disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah terjadi perforasi yang nyata.
c.       Abses apendiks, akibat perforasi yang bersifat local dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh omentum dan viseral yang berdekatan

4.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan appendisitis menurut Harnawatiaj, 2008 adalah :
Pemeriksaan laboratorium leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Hemoglobin nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Selain itu dapat dilakukan test rektal. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi seperti foto abdomen.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan appendisitis menurut Doengoes, 2000 adalah :
a.       Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pre operasi apendektomi :
1)   SDP : Leukositosis di atas 12.000 / mm3 , neutrofil meningkat sampai 75 %.
2)   Urinalisis : normal, tetapi eritrosit / leukosit mungkin ada
3)   Foto abdomen : dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks ( fekalit ), atau ileus terlokalisir.
4)   Pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

Pemeriksaan diagnostik post op apendektomi :
1)      Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
2)      Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan

D.    Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien apendisitisis ditulis oleh harnawatiaj, 2008 :
1.      Penatalaksanaan Keperawatan pre operasi
Penderita di observasi, istirahat dalam posisi semifowler, sebelum operasi klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis.

Disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang pristiwa yang akan dialami setelah di operasi dan diberikan latihan fisik ( pernapasan dalam, gerakan kaki dan duduk ) untuk digunakan dalam periode post operatif.

2.      Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien dengan apendisitis adalah :
a.       Apendektomi ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
b.      Antibiotik dan cairan IV dapat diberikan sampai pembedahan dilakukan
c.       Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan dan setelah operasi.
.
3.      Penatalaksanaan keperawataan pasca operasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermi, baringkan klien dalam posisi semifowler untuk mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen, berikan minum secara bertahap setelah klien di puasakan, pemberian antibiotik, pemberian analgetik, pemberian cairan intravena dapat diberikan sesuai indikasi, berikan makanan yang lunak, anjurkan klien untuk mobilisasi miring kiri dan kanan, lakukan perawatan luka setelah 3 hari.




E.     Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. ( Nursalam, 2001 ).

Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan pre operasi apendisitis menurut Dengoes, 2000 antara lain :
1.      Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
2.      Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3.      Eliminasi
Gejala        : Konstipasi pada awitan awal, diare ( kadang – kadang )
Tanda        : distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
4.      Makanan / cairan
Gejala        : Anoreksia, mual / muntah
5.      Nyeri / kenyamanan
Gejala        : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
Meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney ( setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan ), meningkat karena berjalan, bersin, batuk.
6.      Keamanan
Tanda : Demam ( biasanya rendah)
7.      Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal

Pengkajian data pada klien dengan gangguan system pencernaan apediksitis menurut Doengoes, 2000 antara lain :
1.      Identitas Klien
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku / bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2.      Riwayat Keperawatan
b.    Riwayat kesehatan saat ini
Umumnya klien mengeluh nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat kemudian terlokalisasi pada titik Mc Burney ( ½ jarak umbilikus dan tulang ileum kanan ), sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama, demam, mual, muntah, anoreksia dan jika sudah terjadi perforasi suhu lebih tinggi, mengelu konstipasi pada awitan awal, diare ( kadang – kadang ).
c.     Riwayat Kesehatan masa lalu
Terdapat riwayat menahan BAB, diit rendah serat, dan makan makanan pedas, penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat – obatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi.
d.    Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama yaitu appendisitis, dan genogram.
e.     Pola Fungsi kesehatan
 Pola presepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat – obatan, alkohol dan  kebiasaan olah raga ( lama frekuensinya ), bagaimana status ekonomi keluarga.
f.     Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri sehingga dapat    mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
g.    Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.




h.         Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak biasa melakukan perannya di dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
i.           Mekanisme koping
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah
j.           Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan Tuhan selama sakit
k.         Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian fisik dilakukan teknik inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.
1)      Sistem kardiovaskular
Untuk mengetahui tanda – tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema dan kelainan bunyi jantung.

2)      Sistem hematologi
Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan

3)      Sistem urogenital
Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.

4)      Sistem muskuloskeletal
Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tdak.

5)      Sistem kekebalan tubuh
Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening

6)      Sistem integumen
Ada tidaknya edema, sianosis, pucat, kemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.





F.     Diagnosa Keperawatan
Merumuskan diagnosa dilakukan setelah memperoleh data melalui pengkajian. Pengertian dari diagnosa keperawatan itu sendiri adalah sebuah pernyataan singkat dalam pertimbangan perawat menggambarkan respon klien pada masalah kesehatan aktual dan resiko. ( Nursalam, 2001 ).

1.      Diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan pre operasi apendisitis menurut Doengoes, 2000 adalah :
a.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pre operasi.
b.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
c.       Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.

2.    Diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan post operasi apendisitis adalah  :
a.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan insisi bedah
b.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik, inflamasi peritoneum dengan cairan asing.
c.       Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya insisi bedah
d.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

2.      Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah salah satu tahap dari proses keperawatan termasuk penentuan prioritas dan menentukan metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Didalam perencanaan ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan antara lain menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi.  (Nursalam, 2001 ).


1.      Rencana tindakan keperawatan yang dapat ditetapkan pada klien dengan pre operasi apendisitis adalah :

a.       Resiko tinggi kekurangan volime cairan berhubungan dengan muntah operasi.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan
Kriteria Hasil : klien tidak diare, nafsu makan baik, klien tidak mual dan muntah.
Rencana tindakan :
1)      Monitor tanda – tanda vital
2)      Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine
3)      Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering
4)      Beri cairan IVFD sesuai indikasi

b.      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi
Tujuan : gangguan rasa nyaman : nyeri dapat teratasi
Kriteria Hasil : nyeri hilang atau terkontrol, tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Rencana tindakan :
1)      Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya ( skala 0 – 10 ), selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
2)      Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
3)      Anjurkan pernapasan dalam, beri analgetik sesuai indikasi

c.       Ansietas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.
Tujuan : Cemas dapat teratasi
Kriteria Hasil : Cemas berkurang, klien dapat beristirahat dengan tenang.
Rencana Tindakan :
1)      Ukur tanda – tanda vital
2)      Beritahukan peristiwa yang akan dialami setelah operasi
3)      Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
4)      Anjurkan klien dan keluarga untuk selalu berdoa

2.      Rencana tindakan keperawatan yang dapat ditetapkan pada klien dengan
post operasi apendisitis adalah :
a.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan insisi bedah.
Tujuan : Resiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar ; bebas tanda infeksi / inflamasi, eritema dan demam.
Rencana Tindakan :
1)      Pantau tanda – tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
2)      Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan luka.
3)      Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka atau drain, adanya eritema
4)      Berikan informasi yang tepat dan jujur pada pasien atau orang terdekat.
5)      Berikan antibiotik sesuai indikasi

b.      Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik, inflamasi peritoneum dengan cairan asing.
Tujuan : Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembapan membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.
Rencana Tindakan :
1)      Pantau tanda – tanda vital setiap 4 jam
2)      Lihat membrane mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
3)      Awasi masukan dan haluaran : catat warna urine, berat jenis
4)      Berikan sejumlah kecil minuman air putih bila pemasukkan peroral dimulai dan dilanjutkan dengan diet sesuai toleransi
5)      Pertahankan penghisapan gaster / usus pada awal puasa
6)      Berikan cairan IV dan elektrolit

c.       Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya insisi bedah.
Tujuan : Nyeri berkurang atau sampai dengan hilang
Kriteria Hasil : Nyeri hilang atau terkontrol, tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya ( skala 0 – 10 ).
2)      Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
3)      Ajarkan  ambulasi dini ( miring kanan miring kiri )
4)      Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5)      Berikan analgetik sesuai indikasi

d.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pengetahuan dan pemahaman klien bertambah.
Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi, berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir.
2)      Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat
3)      Anjurkan menggunakan laksatif / pelembek feses ringan bila perlu dan hindari edema.
4)      Diskusikan perawatan insisi, termaksuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan.
5)      Identifikasi adanya peningkatan nyeri ; edema / eritema luka, adanya drainase, demam.

3.      Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan yaitu mencapai tujuan yang telah ditetapkan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasiltasi koping.                           ( Nursalam, 2001).

Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan apendisitis menurut Smeltzer, 2001 yaitu pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi                        ( pembedahan untuk mengangkat apendiks ) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen atau dengan laparaskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.

4.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan suda berhasil ( Nursalam, 2001). Teori evaluasi keperawatan pada klien dengan apendisitis menurut Smeltzer, 2001  antara lain :
1.      Kram dan nyeri abdomen berkurang
2.      Nyeri berkurang
3.      Haluaran dan masukan cairan adekuat, tanda-tanda kurang cairan tidak terjadi
4.      Menaati diit rendah serat
5.      Mencapai perfusi gastrointestinal normal ; memenuhi pembatasan makanan, haluaran urine adekuat, tekanan darah dalam batas normal
6.      Tidak mengalami komplikasi
7.      Tidak demam, abdomen lunak, tidak nyeri tekan dengan bising usus normal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blacy Smiley - Girl