Rabu, 09 Januari 2013

Inkontensia Alvi

Inkontinensia alvi yaitu keadaan ketika individu mengalami perubahan kebiasaan defekasi yang normal yang dikarakteristikkan dengan pasase (pengeluaran) feses yang tidak disadari.

Penyebab Inkontinensia Alvi


• Kerusakan otot sfingter anus

Inkontinensia Alvi paling sering terjadi karena cedera pada salah satu satu atau kedua sfingter anus internal maupun eksternal yang terletak di dasar saluran anus. Cedera sfingter anus pada wanita paling sering terjadi saat pelahiran. Resiko tertinggi cedera pada anus tersebut terjadi pada pelahiran yang menggunakan alat atau jika dilakukan episiotomi garis medial. Pembedahan untuk hemoroid juga merusak sfingter tersebut.

• Kerusakan saraf otot sfingter anus atau rektum

Jika terjadi kerusakan saraf sensorik, pasien tidak akan merasakan adanya feses di dalam rektum dan terjadi kebocoran feses. Kerusakan saraf dapat disebabkan oleh pelahiran, akibat tekanan jangka panjang saat feses lewat, stroke dan kondisi kronik yang menyerang saraf, seperti diabetes melitus dan sklerosis multipel.

• Kehilangan kemampuan penyimpanan di dalam rektum

Hal ini biasanya terjadi disebabkan oleh pembedahan rektum, pengobatan menggunakan radiasi dan penyakit yang menyebabkan inflamasi usus yang dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada dinding rektum, yang membuat rektum kaku serta tidak elastis.

• Diare

Feses yang cair lebih sulit diatasi daripada yang keras. Orang yang tidak inkontinensia alvi juga dapat mengalami inkontinensia alvi sementara jika sedang diare.

• Disfungsi dasar panggul

Hal ini meliputi penurunan sensasi rektum dan anus, prolaps rektum dan kelemahan umum dasar panggul. Jika hal tesebut terjadi karena faktor pelahiran, maka inkontinensia alvi dapat terjadi diatas 50 tahun.

• Konstipasi

Konstipasi diyakini sebagai penyebab utama inkontinensia fekal.


Penatalaksanaan Individu

Tujuan (kriteria Hasil): Individu akan mengeluarkan feses berbentuk lunak, setiap dua atau tiga hari sekali. 

Indikator
• Menyebutkan Teknik Defekasi.
• Menggambarkan kebutuhan cairan dan diet yang dibutuhkan.

Kaji faktor penunjang
- Kurangnya jadwal defekasi, kurangnya pengetahuan tentang teknik defekasi, asupan cairan dan serat tidak tercukupi, aktivitas fisik tidak mencukupi, konstipasi, penggunaan bantuan eliminasi (contoh: laksatif).
- Kaji kemampuan individu untuk berpartisipasi, misalnya status neurologis dan kemampuan fungsional.

Intervensi Umum

• Rencanakan waktu yang tepat dan konsisten untuk eliminasi

- Buat program defekasi harian selama 5 hari atau sampai terbentuk pola, kemudian ganti ke program alternatif harian pagi atau sore. 
- Berikan privasi dan lingkungan yang menyebabkan tidak stress.
- Tenangkan klien dan lindungi dari rasa malu pada saat melakukan program defekasi. 

• Ajarkan teknik defekasi yang efektif

- Posisi bagi klien yang mampu secara fungsional adalah tegak lurus atau duduk. 
- Bila klien tidak mampu secara fungsional (misalnya kuadripelgia) adalah dengan miring kiri.
- Bagi klien yang mampu secara fungsional , gunakan alat bantu (misalnya dil stick, stimulator digital, commade yang dapat ditinggikan, dan lubrikan serta sarung tangan) sesuai kebutuhan.
- Untuk klien dengan mobilitas ekstremitas atas dan inervasi otot abdomen, ajarkan mengenai teknik untuk memfasilitasi defekasi sesuai kebutuhan seperti manuver alsalva, membungkuk, push-up duduk, masase abdomen, latihan pelvis di lantai.
- Bantu atau berikan peralatan yang diperlukan untuk higiene sesuai kebutuhan.
- Buat catatan eliminasi atau lembaran alir yang berisi jadwal defekasi yang didalamnya tedapat waktu, karakteristik feses, metode bantuan yang digunakan, dan banyaknya feses jika ada.


• Jelaskan tentang kebutuhan cairan dan diet untuk defekasi yang baik


- Minum 8 – 10 gelas air setiap hari.
- Diet tinggi bulk dan serat.
- Rujuk pada kostipasi kolon untuk istruksi diet secara spesifik.

• Jelaskan mengenai efek aktivitas terhadap peristaltik 

- Bantu dalam menentukan latihan fisik yang tepat sesuai kemampuan fungsional klien.
• Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi

- Jelaskan bahayanya menggunakan pelunak feses, laksatif, supositoria dan enema.
- Jelaskan tanda dan gejala impaksi fekal dan konstipasi. (rujuk pada disrefleksia untuk informasi tambahan). 
- Mulai penyuluhan tentang program defekasi sebelum pemulangan. Bila klien mampu secara fungsional, dorong kemandirian dengan program defekasi, bila tidak, berikan alat bantu atau perawatan tambahan sesuai kebutuhan.

Rasional :

- Untuk mempertahankan kontinensia usus, klien harus termotivasi, memiliki sensasi anorektal yang utuh, memiliki kemampuan mengeluarkan feses secara sadar, memiliki kemampuan untuk melakukan kontraksi puborektal dan otot sfingter anus eksternal dan memiliki akses yang baik ke fasilitas kamar mandi.
- Konsistensi dan volume feses merupakan hal yang penting dalam kontinensia. Feses cair membebani mekanisme kontinensia. Feses dalam jumlah kecil dan keras yang tidak mendistensi atau mestimulus rektum untuk berdefekasi pada individu.
- Latihan fisik meningkatkan motilitas gastrointestinal dan mempercepat fungsi usus.
- Latihan pelvis diatas lantai dapat meningkatkan kekuatan otot puborektal dan sfingter anus eksternal.
- Stimulasi digital menyebabkan terjadinya refleks peristaltik dan pengosongan feses.
- Laksatif dapat menyebabkan defekasi yang tidak terencana, kehilangan tonus kolon dan konsistensi feses yang tidak konsiten. Enema dapat menyebabkan peregangan berlebihan pada bagian usus dan menurunkan tonus. Pelunak feses tidak diperlukan ketika kondisi asupan makanan dan cairan adekuat. (Alterman, 1995).
- Defekasi dapat ditingkatkan dengan teknik yang memfasilitasi gravitasi dan meningkatkan tekanan tingkat intraabdomen untuk mengeluarkan feses. (Alterman, 1995).
- Konstipasi dan impaksi fekal yang terjadi dalam waktu lama menyebabkan distensi rektum yang berlebihan oleh feses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blacy Smiley - Girl