Jakarta, Banyak yang berpendapat bahwa sulitnya
mengendalikan tembakau karena pemerintah mendapatkan pemasukan yang
sangat besar dari rokok. Padahal jika dihitung-hitung, rokok justru
membuat negara rugi alias tekor.
Pelaksana Tugas Menteri
Kesehatan, Prof. dr. Ali Gufron Mukti, MSc, Ph.D menuturkan bahwa
sebenarnya biaya yang dikeluarkan untuk rokok, termasuk biaya kesehatan
dan hilangnya produktivitas karena sakit, tidak sebanding bahkan jauh
lebih besar ketimbang cukai yang diterima oleh negara.
Bila
dihitung, cukai rokok tahun 2010 sekitar 50 triliun dan naik menjadi 70
triliun di tahun 2011. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk
rokok dan akibat-akibatnya, bisa mencapai 230 triliun.
"Secara
negara dan bangsa khususnya mengalami kerugian. Hitung-hitungannya kita
bisa lihat berapa biaya yang dikeluarkan untuk rokok sehari, sebulan,
setahun. Kemudian berapa yang sakit, berapa biaya produktivitas yang
hilang karena sakit, kemudian biaya dari keluarga. Nah semuanya itu,
lebih kurang 230 triliun, sementara kita lihat pajak itu sekitar 70
triliun," ujar Prof. dr. Ali Gufron Mukti, MSc, Ph.D, Pelaksana Tugas
Menteri Kesehatan, disela-sela acara Penyerahan WHO World No Tobacco Day
Award untuk Alm Mantan Menkes Endang Sedyaningsih di Kantor Kemenkes,
Jakarta, Rabu (13/6/2012).
Biaya langsung dan tidak langsung yang
dikeluarkan untuk rokok bahkan lebih dari 3 kali lipat dari cukai yang
diterima oleh negara. Ini artinya, rokok membuat negara rugi.
Disisi
lain, banyak orang yang enggan berhenti merokok karena bahaya kesehatan
yang mengancam tidak datang secara langsung, melainkan secara perlahan.
Apalagi harga rokok di Indonesia terbilang murah jika dibandingkan
negara lain.
Padahal rokok tidak memiliki manfaat kesehatan sama
sekali. Bahkan jika dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk
membakar rokok selama 10 tahun sudah bisa dipakai untuk membiayai
berangkat haji ke tanah suci.
"Harusnya harga rokok memang
disesuaikan ya, sehingga anak kecil dan yang sebetulnya tidak mampu
tidak memaksakan diri, kemudian uangnya habis untuk rokok," tutup Prof.
Ali Gufron.
Sumber : DetikHealth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar